Korupsi, sebuah kata yang tentu tak asing lagi
bagi kita. Di semua pemberitaan baik media elektronik maupun cetak dia
senantiasa hadir mewarnai wacana publik. Korupsi menjadi begitu akrab ditelinga
semua orang. Pejabat dari tingkat kelurahan sampai tingkat menteri telah
banyak yang terlibat korupsi. Pertanyaan muncul kemudian dalam benak kita,
insan yang merasa berakal sehat, bertanya dimana rasa malu para sang
koruptor?
Hilangnya rasa malu, hilangnya harga diri,
hilangnya kehidupan? Keserakahan telah menenggelamkan rasa malu para
koruptor. Ketua KPK Abraham Samad mengatakan “Semua para koruptor itu telah
memiliki gaji dan harta yang cukup banyak, tetapi kenapa mereka masih
juga melakukan korupsi? Jawabnya hanya satu “KESERAKAHAN”.
Lihatlah dilayar TV ketika Sang
koruptor ditangkap oleh KPK dengan percaya diri dan senyum yang lebar
penuh bahagia tanpa beban menjawab pertanyaan para wartawan.
Sekilas kita berpikir jika korupsi itu hal yang biasa saja, karena
para sang koruptor masih bisa tersenyum meski telah mencuri uang rakyat.
Masihkah kita bisa berharap koruptor akan hilang dibumi pertiwi yang
sebagian besar beragama Islam?
Memang tidak ada rasa malu para koruptor di Indonesia. Padahal diluar negeri, seperti contoh, Presiden Jerman Christian Wulff memberikan pelajaran kepada para pejabat negara yang korupsi. Wulff memilih mundur dari jabatan presiden karena malu diberitakan skandal korupsinya. Wulff diduga menerima fasilitas saat meminjam dana dari bank untuk mencicil rumahnya sebelum menjadi presiden. Adakah pejabat di negeri ini seperti Wulff berani mengundurkan diri? Pada hal rakyat Jerman tidak ada yang memintanya untuk mundur.
Memang tidak ada rasa malu para koruptor di Indonesia. Padahal diluar negeri, seperti contoh, Presiden Jerman Christian Wulff memberikan pelajaran kepada para pejabat negara yang korupsi. Wulff memilih mundur dari jabatan presiden karena malu diberitakan skandal korupsinya. Wulff diduga menerima fasilitas saat meminjam dana dari bank untuk mencicil rumahnya sebelum menjadi presiden. Adakah pejabat di negeri ini seperti Wulff berani mengundurkan diri? Pada hal rakyat Jerman tidak ada yang memintanya untuk mundur.
Bila di Indonesia sudah didesak untuk mundur
masih saja berkilah dengan alasan belum cukup bukti yang kuat. Berkilah, tidak
ada Undang-Undang yang mengatur dirinya harus mengundurkan diri dari
jabatannya. Bermacam spekulasi dilontarkan sebagai satu tanda memang rasa malu
itu telah hilang.
Hebatnya lagi, ketika para pejabat di luar
negeri mengundurkan diri karena diduga melakukan tindak korupsi bukan karena
ada Undang-Undang yang mengaturnya akan tetapi karena masih memiliki moral,
etika dan rasa malu. Mereka sadar apa yang dilakukan merupakan sesuatu yang
memalukan maka tidak ada pilihan lain harus segera mengundurkan diri. Namun,
rasa malu itu sudah langka buat para pejabat di negeri ini.
Hingga saat ini hal yang masih menjadi kendala
korupsi di Indonesia adalah hukuman bagi para koruptor yang masih terlalu
ringan, sehingga belum membuat efek jera bagi para koruptor. Jika dikaitkan
dengan agama tentu saja korupsi pasti suatu hal yang dilarang, karena korupsi
dalam agama yang berarti mengambil hak milik orang lain (mencuri). “Janganlah
kamu memakan harta orang lain dengan cara yang bathil”. Al-quran mengajarkan
kita untuk mencari rezeki yang halal.
Koruptor masih bisa diberantas jika para orang
tua, pendidik dan pemimpin bangsa masih sadar akan tanggung jawabnya. Orang tua
tidak hanya memberikan keperluan fisik sang anak tapi juga psikisnya. Pantaulah
sang anak Imannya, ibadahnya, ilmunya dan akhlaknya. Anak tidak hanya diberi
uang SPP setiap bulan tapi juga tanyakan apa yang telah dipelajarinya, apa yang
telah dilakukannya di sekolah dan lingkungan sekitarnya. Tanyakan pula apakah
dia sudah shalat, untuk apa dia shalat? Sentuhan-setuhan pertanyaan
inilah yang akan menjadi perekat dalam hidup sang buah hati dalam melangkahkan
kakinya dengan pasti menuju masa depan yang tidak pasti. Ajarilah
sang buah hati sejak dini karakter-karakter dengan contoh dan teladan sang
Bunda.
Andi Noya saat mewawancarai Ketua KPK Abraham
Samad dalam acara KICK ANDY tentang pendidikan, bertanya “apa yang telah
diberikan oleh Sang Bunda pak Abraham?” Dia katakan sejak kecil bunda saya
selalu menanamkan kalimat ini “Jangan pernah mengambil barang orang
meskipun barang itu tidak berharga”. Nasehat sang Bunda pak Abraham ini cukup
penuh makna. Mengambil sesuatu yang bukan milik kita sekalipun itu sangat
berbahaya baik dari segi hukum, sosial maupun agama.
Begitulah para koruptor, sebelum terpilih
menjadi pejabat, kalimat yang sering diucapkan “Kami berjuang untuk
rakyat demi rakyat”, namun setelah menjadi pejabat terjadilah
penghianatan pada rakyat. Inilah tipikal para pemimpin bangsa kita saat
ini. Tipe pemimpin seperti apa yang pantas untuk negeri tercinta ini ? Tentunya
pemimpin yang tanpa pamrih, pemimpin yang tak menjadikan jabatannya untuk
kepentingan pribadinya, pemimpin yang peduli, punya rasa malu,rendah
hati dan menghargai hidup ini. Mengutip perkataan Buya Safi’i
Maarif “Andaikan ada kata pesimis dalam al-quran maka sayalah orang pertama
yang pesimis melihat Indonesia, tapi karena tidak ada maka saya harus tetap
optimis melihat Indonesia lebih baik” Kalimat Buya tentunya kita masih
terus punya harapan terhadap bangsa kita ini. Jadikanlah Al-quran sebagai
“MAKANAN” hati agar menjadi kuat untuk menjalani aktivitas memimpin
bangsa ini. (Nur)