Tokoh kharismatik dan pejuang
perang sabil ini dikenal sebagai ulama yang sederhana, dan tak sedikit
pula orang yang kagum pada kecemerlangan iktelektualnya. Azhar Basyir,
demikian Kyai Haji Ahmad Azhar Basyir, MA kerap disapa.
Ulama-intelektual ini lahir di Yogyakarta, 21 November 1928. Masa
kecilnya tumbuh dan dibesarkan di lingkungan masyarakat yang kuat
berpegang pada nilai agama. Yaitu, di kampung Kauman.
Selama 34 tahun Azhar Basyir
malang melintang menggeluti studi formalnya di Tanah Air hingga luar
negeri. Putra pasangan Haji Muhammad Basyir dan Siti Djilalah ini
memulai pendidikan di Sekolah Rendah Muhammadiyah Suronatan, Yogyakarta.
Setelah tamat, Azhar Basyir lantas nyantri di Madrasah Salafiyah,
Ponpes Salafiyah Tremas, Pacitan, Jawa Timur. Setahun kemudian, Azhar
Basyir berpindah ke Madrasah Al-Fallah Kauman dan menyelesaikan
pendidikan tingkat menengah pertamanya pada Tahun 1944. Pendidikan
lanjutan kemudian ditempuhnya di Madrasah Mubalighin III (Tabligh
School) Muhammadiyah Yogyakarta dan rampung dalam dua tahun.
Pada masa revolusi, Azhar Basyir
bergabung dengan kesatuan TNI Hizbullah, Batalion 36 Yogyakarta. Pasca
kemerdekaan, Azhar Basyir kembali ke bangku study melalui Madrasah
Menengah Tinggi Yogyakarta tahun 1949, dan tamat tahun 1952. Baru
kemudian meneruskan ke Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri Yogyakarta.
Berkat kegigihan yang ditunjang kemampuan ilmu agamanya, Azhar Basyir
dipercaya menjadi ketua Pemuda Muhammadiyah tatkala lembaga ini baru
didirikan tahun 1954. Jabatannya mendapat pengukuhan kembali pada
Muktamar Pemuda Muhammadiyah di Palembang tahun 1956. Tak lama tugas itu
diembannya, Azhar Basyir mendapat beasiswa untuk belajar di Universitas
Baghdad, Irak. Fakultas Adab Jurusan Sastra adalah bidang yang
diambilnya. Dari sini, Azhar Basyir melanjutkan studi ke Fakultas Dar Al
'Ulum Universitas Kairo, serta belajar Islamic Studies sampai meraih gelar master dengan tesis: Nizam al-Miras fi Indunisia, Bain al-'Urf wa asy-Syari'ah al-Islamiyah (Sistem Warisan di Indonesia, antara Hukum Adat dan Hukum Islam).
Sekembalinya ke Indonesia selama
study di Timur Tengah, Azhar Basyir diangkat sebagai dosen di
Universitas Gadjah Mada (UGM). Tak hanya bidang keilmuan yang
ditekuninya, di lapangan organisasi Azhar Basyir pun aktif terlibat.
Bahkan sejak duduk di sekolah menengah sudah bergiat di Majelis Tabligh
Muhammadiyah. Karir berorganisasinya dimulai sebagai Juru Tulis yang
tugasnya mengetik dan mengantar surat. Barulah kemudian Azhar Basyir
masuk dalam jajaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yaitu di Majelis Tarjih
sampai tahun 1985.
Pada Muktamar Muhammadiyah di
Semarang tahun 1990, ulama intelektual ini diberi amanah di jajaran
Ketua PP Muhammadiyah. Saat memasuki musim haji tahun 1994, pemerintah
menunjuknya selaku perwakilan Amirul Haj Indonesia.
Pulang dari Tanah Suci, Azhar Basyir kembali bekerja keras. Dan pada
saat yang sama, duduk di beberapa organisasi seperti menjadi salah satu
ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat masa bakti 1990-1995, anggota
Dewan Pengawas Syariah Bank Muamalat Indonesia, serta anggota MPR-RI
periode 1993-1998. Pada usia 65 tahun, tokoh kharismatik ini mulai
memasuki masa pensiun dari kegiatan mengajar di Fakultas Filsafat UGM.
Tetapi, tetap bertekad mengabdikan ilmunya dengan mengajar di Fakultas
Hukum UGM, IAIN Sunan Kalijaga dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Pada Muktamar Muhammadiyah ke-42
di Yogyakarta tahun 1995, Azhar Basyir terpilih sebagai Ketua
Muhammadiyah menggantikan KH AR Fakhruddin. Berkenaan dengan dimensi
tasawuf dalam Muhammadiyah, Azhar Basyir menyatakan bahwa Muhammadiyah
juga menganut tasawuf, seperti yang ditulis Buya Hamka dalam buku Tasauf Modern.
Menurutnya, orang dapat saja melakukan kegiatan yang berorientasi dunia
tanpa meninggalkan dzikir. Demikianlah ketegasan tokoh ini dalam
menetapkan garis kebijakan Muhammadiyah. Melalui gagasan dan
pemikirannya itulah Azhar Basyir dikenal sebagai ulama yang banyak
menguasai ilmu agama, kehadirannya dalam khazanah pemikiran Islam
seumpama sumur yang tak surut ditimba. Dapatlah dikata, Azhar Basyir
merupakan sosok perpaduan ulama dan intelektual. Oleh karenanya,
Muhammadiyah di bawah kepemimpinannya cukup intens memunculkan kegiatan
yang berbentuk pengajian dan kajian dalam mengurai berbagai persoalan
keummatan dan pemikiran keislaman. Karya ilmiah yang pernah ditulis
Azhar Basyir cukup banyak dijadikan rujukan dalam kajian ilmiah di
berbagai Universitas di Tanah Air. Di waktu senggangnya, Azhar Basyir
juga bergiat menulis buku. Di antara karya-karyanya adalah Refleksi Atas Persoalan Keislaman (seputar filsafat, hukum, politik dan ekonomi); Garis-garis Besar Ekonomi Islam; Hukum Waris Islam; Sex Education; Citra Manusia Muslim;Syarah Hadits; Missi Muhammadiyah; Falsafah Ibadah dalam Islam; Hukum Perkawinan Islam; Negara dan Pemerintahan dalam Islam; Mazhab Mu’tazilah (Aliran Rasionalisme dalam Filsafat Islam); Peranan Agama dalam Pembinaan Moral Pancasila; Agama Islam I dan II,
dan lain-lain. Selain itu, Magister dalam ilmu Dirasat Islamiyah ini
diakui secara internasional sebagai ahli fiqih yang disegani. Itulah
mengapa, sosoknya dengan mudah diterima duduk di Lembaga Fiqih Islam:
Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang memiliki persyaratan ketat.
Tepatnya
pada awal Juni 1994, ulama ini masuk rumah sakit karena komplikasi
penyakit gula, radang usus, dan jantung. Kondisinya kian memburuk.
Hingga akhirnya, wafat di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sarjito setelah
dirawat di PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Azhar Basyir wafad tepat pada
tanggal 28 Juni 1994 dalam usia 66 tahun dan dimakamkan di Pemakaman
Umum Karangkajen Yogyakarta.